Ada pemahaman yang kurang tepat di dunia sepak bola Indonesia mengenai VO2 Max. Seolah, kadar volume paru-paru seorang pemain dalam menampung oksigen tersebut adalah hal yang vital dalam sebuah pertandingan sepak bola.
Menurut Performance Analaysis PERSIB, Jaino Matos,
sering kali dalam pemberitaan di media Indonesia, pemain yang baru saja
mendapatkan hasil VO2 Max tertinggi dianggap paling dominan dan paling
hebat fisiknya. "Padahal tidak begitu. Belum tentu yang VO2 maxnya
tertinggi akan mampu bertahan selama 90 menit di lapangan," tegasnya di
sela-sela tes fisik tim Diklat PERSIB U-19 Senin (11/11).
Itu lah kenapa Jaino tidak langsung memberikan tes untuk mengukur VO2
Max anak asuhnya siang tadi. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa
kecerdikan pemain dalam mengatur ritme fisiknya lah yang menjadi kunci
mampu tidaknya ia tetap stabil sepanjang pertandingan.
"Seorang pemain harus benar-benar efektif dalam mengeluarkan tenaganya. Dia tahu kapan harus akselarasi dengan speed dan kapan harus menghemat tenaganya," terang pria asal Brasil yang didapuk sebagai pelatih Diklat PERSIB U-19 itu.
Senada dengan apa yang dikatakan Jaino, Agus Yudiana
Msc. PhD. mengutarakan bahwa tes fisik bagi pemain sepak bola tak
melulu dilihat dari kadar VO2 Maxnya. "Tes fisik memang untuk mengetahui
kapasitas seorang pemain. Tapi nantinya diimplementasikan di latihan
terus menerus agar di memory dia tertanam bagaimana dia harus berbuat
efektif saat pertandingan," jelas Agus.
"Intelegensi seorang pemain yang jadi kunci. Bagaimana mental dia dan
efektifitasnya saat pertandingan nanti," lanjut pria yang mendapatkan
gelar MSc dan PhD-nya di Jepang tersebut.
Meski VO2 Max-nya tinggi, seorang pemain bisa saja drop di
tengah-tengah pertandingan jika tidak efektif dan ada pressure tinggi
dalam mentalnya. "Saat mental kita tertekan, otot-otot kita ikut tegang
dan itu bisa mempercepat habisnya stamina kita," terang Agus.
VO2 Max sendiri menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Sport Science
di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan
Indonesia (FPOK UPI) itu dipengaruhi dua hal. Yakni faktor genetikal
seperti seorang pemain yang lahir dan besar di dataran tinggi. Biasanya
mereka yang lahir di sana memiliki kadar VO2 Max lebih tinggi ketimbang
yang lahir di dataran rendah. Sisanya bisa dibenahi melalui latihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar