Kompetisi
liga unifikasi profesional Indonesia yang merupakan penggabungan dari Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia sebagai perwujudan dari akhir
segala dualisme kompetisi akan segera dimulai. Segala bentuk jargon yang
menjadi jualan pengelola liga terus diapungkan. Kompetisi ideal, tanpa
kepentingan, profesional, diikuti oleh klub-klub yang lolos ‘verifikasi’ yang ketat.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengkritisi atau mendebatkan hasil verifikasi yang oleh publik lebih banyak disebut sebagai dagelan,
begitu pula mendebat format kompetisi seperti apa yang cocok, apakah
dibuat dua wilayah atau satu wilayah. Tulisan ini mencoba memberi
gambaran seperti apa klub yang siap secara finansial untuk mengikuti
kompetisi.
Klub profesional, sebagaimana telah berjuta kali dibahas, adalah klub yang bebas dari sokongan pemerintah. Klub self sustaining
harus mampu mendanai diri sendiri selama semusim penuh, bahkan
seterusnya. Hal semacam ini jelas diperlukan guna mencegah hal-hal
memalukan seperti penunggakan biaya gaji terulang kembali (dan
menelantarkan pemain asing hingga meninggal).
Bukan
berarti simulasi ini mutlak dapat dijadikan patokan, namun jika klub
setidaknya bergerak sejalan dengan rencana anggaran, maka
kemungkinan-kemungkinan buruk tersebut dapat diminimalisir.
Berikut pembahasan singkat sisi pendapatan, pengeluaran dan simulasi anggaran.
artikel ini diambiil dari www.bolatotal.com
artikel ini diambiil dari www.bolatotal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar