1. Pendapatan
Seperti
diketahui, klub sepak bola yang telah menjadi penghuni industri sepak
bola yang sehat memiliki tiga komponen pendapatan yaitu gate receipt
(tiket), hak siar media, dan pendapatan komersial. Dalam industri sepak
bola Indonesia, klub tidak dapat bergantung pada pemasukan dari hak
siar media seperti halnya klub-klub EPL yang akan diguyur biaya hak siar
3 miliar euro, karena mekanisme pembayaran hak siar seperti yang
terdapat di Eropa (pay per view TV), sepanjang pemahaman saya, tidak terjadi di sini (terrestrial TV).
Selepas
era APBD, klub-klub sepak bola Indonesia praktis banyak mengandalkan
pendapatan dari sektor tiket, yang itupun masih banyak sekali
kebocorannya. Kebocoran yang dimaksud dapat berupa banyaknya penonton
yang datang tanpa membayar dan juga banyaknya tiket gratisan yang
diminta oleh para pejabat daerah setempat, meskipun jumlahnya tidak
terlalu signifikan.
Klub-klub
Indonesia juga tidak memiliki stadion sendiri, di mana hal ini cukup
berpengaruh pada kurang optimalnya pendapatan dari sektor tiket. Tidak
dimilikinya stadion sendiri ini membuat ruang gerak pemanfaatan dan
pengembangan kualitas stadion menjadi terbatas. Kurang memadainya
infrastruktur (termasuk perangkat pertandingan) seperti sudah menjadi
permasalahan mendasar dunia olahraga Indonesia, termasuk sepak bola.
Satu
hal positif yang mulai terlihat adalah mulai digalinya pendapatan dari
sektor komersial oleh klub-klub Indonesia. Jalinan kerjasama dengan
perusahaan-perusahaan sangat membantu klub dalam membiayai kegiatan
operasional mereka. Klub seperti Persib contohnya, dikabarkan mampu
mendapatkan dana sponsorship dengan total nilai yang menembus 10 miliar rupiah.
Dalam tabel di bawah, terdapat skenario budgeting
lima tahun yang cukup ideal menyangkut pendapatan klub. Untuk
mengarungi kompetisi selama setahun penuh, saya menghitung idealnya klub
memperoleh pendapatan di atas 20 miliar rupiah per tahun, dengan asumsi
terdapat pertumbuhan 5% per tahun untuk beberapa pos pendapatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar